Hallo :)

welcome to my virtual world

Sabtu, 12 Mei 2012

You are my first and my last

 Diposkan oleh: Dhamaranthy Herdiani Marethania

Petang ini matahari perlahan terbenam menembus cakrawala  disebelah barat. Hembusan angin gersang berhembus, kicauan burung perlahan hilang tergantikan oleh suara jangkrik yang seakan berada disebuah pentas pertunjukan. Lamunan, itulah yang kerap kali aku lakukan. Berdiam di kamar berhadapan dengan laptop mungilku, memasuki situs jejaring sosial yang aku anggap itulah duniaku, facebook. Aku melakukan banyak hal, mengupdate status, mengunggah foto, dan yang menjadi favoritku adalah chatting.
“kaka..”
Pesan itu tiba-tiba muncul. Entah siapa, mengingatkanku pada seseorang yang sebenarnya telah aku lihat sejak lama. Akrab, kesan pertama yang aku dapatkan. Percakapan antara aku dengannya semakin menarik, hingga berlanjut kedalam dunia ponsel. Semakin hari aku berfikir bahwa aku merasa nyaman dekat dengan dia, sampai suatu waktu aku memberanikan diri untuk mengutarakan apa yang sebenarnya aku rasakan, dan sepertinya dia memaklumi itu.
***
Suatu saat dia mengajak aku pergi berjalan-jalan sore untuk menikmati keramaian kota Garut. Tapi selain itu aku tau, dia ingin bertemu denganku untuk pertama kalinya, hahaha. “ka , jangan salting” kata pertama yang dia ucapkan untuk pertama kalinya. Ketika aku bertemu dengan dia, perasaanku campur aduk, dari ujung kaki sampai ujung helai rambutku menjadi beku. Dia tersenyum, dan akupun membalasnya dengan senyuman yang kaku. Aku merasa bodohnya diri ini saat itu. Dari saat itu juga aku tau bagaimana perasaan dia kepadaku, yaaah sama seperti apa yang aku rasakan, jatuh cinta. Aku dan dia dekat, tapi tidak ada ikatan. Menjalin hubungan layaknya seperti orang yang sedang pacaran, hehe.
“kalo memang dia benar-benar cinta, pasti dia akan menunggu dan cintanya akan bertahan lama, bahkan sampai kehidupan selanjutnya. Karena aku percaya, jodoh itu gak akan kemana” jawaban Rendra (nama dia yang aku suka) tiap kali aku menanyakan status hubungan kita.
Di sekolah, ketika bertemu Rendra aku selalu kikuk membeku. Entahlah, aku merasa heran, apakah ini yang disebut  jatuh cinta. Aku belum berpengalaman betul dalam hal ini, aku belum pernah berpacaran. Yang jelas setiap bertemu Rendra  tingkahku semakin tidak karuan, aku tidak berani menatap matanya dan selalu berusaha memalingkan wajah.
Sore hari, aku merenung di kamar dengan tatapan kosong. Tiba-tiba ponselku bergetar memperlihatkan gambar amplop dengan bertuliskan nama “koko rendra”, panggilan sayang aku saat itu. Akupun tersenyum sendiri membaca pesan singkat itu...
In the moonlight your face it glows like a thousand diamonds,
i suppose and your hair flows like the ocean breeze,
not a million fights could make me hate you, you’re invincible.
Yeah it’s true,  your eyes, where i find peace.
So sweet.. senyumanku semakin merekah, meskipun adakalanya aku berusaha menghentikan senyuman itu saat orang rumah hilir mudik di depan kamar. Seminggu lebih aku tidak bertemu dengan Rendra, aku merasakan apa yang biasanya remaja lain rasakan, rindu. Sulit untuk aku berusaha menolak rasa rindu itu, semakin aku berusaha melawannya semakin sakit yang aku rasakan.
***
Tak terasa sudah tiga bulan menjalin hubungan tanpa ikatan dengan Rendra. Susah, senang, sedih, gembira, dan semua hal aku jalani bersamanya. Kadang kali didalam hati kecilku timbul pertanyaan, sampai hari ini status hubungan kita apa? Hubungan tanpa status? Tanpa ikatan? Tapi aku selalu berusaha menerima karena aku tau jawabannya hanya satu, kami belum siap untuk menjalin hubungan dengan ikatan. Dengan status tanpa ikatan, cobaan silih berganti menguji seberapa kokohnya hubungan yang aku dan Rendra jalani. Salah satunya yang masih aku ingat ialah ketika banyak orang yang menentang hubungan kami.
Ketika di sekolah bel berbunyi, menandakan waktu istirahat.
“Nia, kamu sedang dekat dengan Rendra yah?” tanya seorang perempuan dengan tatapan sinis.
“hmmm.. iya” jawabku ragu dengan berusaha untuk tersenyum kepadanya.
Namun dia hanya tersenyum dengan tatapan sinis seolah merendahkanku. Aku mencoba meredam kekesalanku, dan beranjak pergi. Aku tau betul, dia sebenarnya tidak menerima jika aku mempunyai hubungan dengan Rendra. Di sekolah, aku kerap kali merasa tidak bebas dan tidak merasa nyaman. Itu karena banyak sekali siswi perempuan di sekolahku yang sepertinya menyukai Rendra, ibaratkan fans.
Tiba saatnya suatu hari dibulan April akhirnya kami memutuskan untuk memiliki  ikatan, berpacaran. Hari itu terasa tidak begitu istimewa karena memang aku dan Rendra sudah lama dekat layaknya orang yang sedang berpacaran. Tetapi ada sedikit perbedaan didalam hubungan kami kali ini, aku merasakan bahwa dia memberikan perhatian yang lebih. Setiap pagi saat aku terbangun dari tidurku, selalu ada pesan Rendra mengucapkan selamat pagi atau mengingatkanku untuk sarapan.  Aku senang, aku merasa beruntung memiliki Rendra. Dia selalu ada kapanpun ketika aku membutuhkan bantuan, memarahiku ketika aku berbuat kesalahan, dan menyayangiku ketika aku merasa kesepian.
Tidak teras hari kelulusanpun tiba, aku mendapatkan amplop besar yang didalamnya terdapat kertas kelulusan. Tenyata aku lulus, aku sangat bahagia ketika itu. Ponselku berbunyi, ternyata Rendra mengucapkan selamat atas kelulusanku.
Sebulan kemudian aku mulai belajar di Universitas Brawijaya, Malang. Cukup jauh, tapi ini semua demi menggapai cita-citaku. Hubungan aku dengan Rendra masih tetap berjalan meskipun long distance relationship.Rendra sering menjengukku di Malang untuk melepas rasa rindu yang berkepanjangan. Begitupula sebaliknya ketika aku pulang ke Garut, aku selalu meluangkan waktu untuk bertemu dan berjalan-jalan bersama Rendra.
***
Lima tahun berlalu, aku lulus dengan mendapatkan gelar sarjana, begitupun dengan Rendra. Hubungan kami sudah berjalan lama, sejak duduk di bangku SMA. Terdengar kabar bahwa Rendra mendapatkan tawaran pekerjaan di Jepang, dan sepertinya dia antusias untuk menerima pekerjaan itu. Dia menceritakan semuanya kepadaku, dia terlihat senang dan akupun mendukung keputusannya. Dia berpesan kepadaku untuk tidak mengkhawatirkannya, disana dia akan selalu berusaha menjaga komunikasi denganku.
Hingga sudah saatnya Rendra pergi, akupun mengantarkannya sampai ke bandara. Ketika akan berpisah aku tidak bisa untuk tidak menangis, air mataku jatuh dengan sendirinya. Rendra berusaha untuk menenangkanku dan akhirnya dia mencium keningku, ciuman perpisahan.
Selepas kepergian Rendra ke Jepang aku menjalankan aktivitasku seperti biasanya, bekerja di sebuah rumah sakit di Bandung. Aku sangat senang dengan pekerjaanku ini, menjadi seorang dokter gigi. Setiap hari aku melayani pasien-pasienku,  dari mulai anak kecil hingga orang tua. Mengenal orang-orang baru setiap hari, itu sangat menyenangkan.
Ponselku berdering bertanda telepon masuk, Rendra.
“Nia, lagi apa? Gimana keadaannya baik kan? Aku kangen. Disini aku benar-benar bekerja keras, aku ingin cepat pulang ke Indonesia. Berjalan-jalan sore bersama Nia lagi, waaaah.. pasti senang” ucap Rendra.
“haha kamu ini, aku sampai tidak diberi kesempatan untuk berbicara. Aku disini baik, senang bertemu orang-orang baru. Aku juga kangen, lebih kangen mungkin” jawabku tersenyum bahagia.
“iya maaf, hehe.. kangen ini membuat aku sakit, ingin terus bertemu dengan Nia. Oh iya ada kabar gembira, seminggu ini perusahaan memberi waktu liburan. Tapi aku tidak bisa pulang, kamu mau kesini Nia? Menghabiskan waktu liburan bersama Nia. Disini sedang musim semi, kita bisa jalan-jalan melihat sakura yang berguguran.” ajak rendra bersemangat.
“aku mau” jawabku spontan.
Dengan begitu aku bisa bertemu dengan Rendra, dan melihat bunga sakura berguguran. Itu adalah keinginanku sejak SMA “pergi bersama seseorang yang aku sayangi ke Jepang, melihat indahnya sakura di musim semi” cita-cita masa kecilku.
***
Akupun tiba di Jepang, Rendra menjemputku di bandara. Kami bergegas mencari hotel untuk aku melepas lelah.
Keesokan harinya, Rendra membangunkanku dan kami pergi untuk berjalan-jalan. Rendra mengajak aku pergi ke Kema Sakuranomiya Koen, di Osaka. Disana sangat banyak sekali bunga sakura bermekaran, dan ketika itu tepat dalam perayaan pesta Hanami. Banyak sekali penduduk jepang yang berpesta disana, kata Rendra disana adalah tempat terfavorit untuk bisa melihat bunga sakura yang akan berguguran. Aku benar-benar senang, disana aku melihat bunga sakura yang indah dan sesekali aku menatap Rendra, dia membuat aku merasa nyaman berada didekatnya. Dia menyadari hal itu, dan dia hanya tersenyum kecil. Rendra mengajakku duduk dibawah pohon sakura yang sangat besar, bunga sakura jatuh berguguran dari pohon besar itu.
“Nia senang?” tanya Rendra sembari menatap mataku.
Entah apa ini, tiba-tiba aku merasakan jantung berdetak lebih cepat. Padahal ini bukanlah pertama kalinya dia menatap mataku. Udara terasa sulit untuk aku hirup, dada ini sesak. Mungkin ini karena sudah dua tahun kami tidak bertemu.
“iya aku senang Ren, sangat senang” jawabku gugup dengan berusaha tidak menatapnya.
“Nia...” ucap Rendra lembut, mengalihkan wajahku untuk melihatnya.
Aku hanya diam, dan tersenyum kecil.
“syukurlah kalo Nia senang. Aku juga senang karena Nia mau menemani di waktu liburanku” Rendra tersenyum lebar sambil memainkan bunga sakura ditangannya.
“iya terima kasih juga ya Ren,  aku merasa telah menjadi wanita yang paling beruntung setelah mengenal kamu” jawabku pelan.
“Nia, aku sayang kamu. Kamu membuatku lebih mengerti apa itu kasih sayang, dan apa itu cinta. Apakah kamu mau menjadi ibu untuk anak-anakku kelak? Apakah kamu mau menikah denganku?”
Mendengar kata-kata itu, perasaanku tak tentu arah. Kaki ini lemas, air mataku sepertinya ingin menetes. Entah air mata bahagia atau air mata kesedihan, aku hanya diam terpaku. Dia yang selama ini menjadi orang yang aku sayangi menginginkan aku untuk menjadi pendamping hidupnya. Dia yang pertama mengenalkanku tentang cinta, ingin menjadi yang terakhir untukku. Aku hanya bisa berkata “iya, aku mau”,  you are my first and my last.

Bukan Pangeran Untukmu

 Diposkan oleh: Dhamaranthy Herdiani Marethania

“Tuk.tuk.tuk” pintu kamar bersuara dengan berirama.  
“makan malamnya sudah siap nona ” seru Rio yang merupakan pengawal  Papury.
Itu sudah biasa dilakukan oleh Rio tepat ketika jam menunjukan angka tujuh. Rio memang sudah lama bekerja di rumah Papuri, sekitar sepuluh tahun yang lalu bahkan umurnyapun lebih muda dari papury, hari-harinya dihabiskan hanya untuk bermain bersama papury. Kadang  Rio selalu narsis sendiri dengan mengatakan kalo dirinya itu tampan, tapi memang iya sih, banyak sekali perempuan yang tertarik sama dia.
“nona papury, ayo kita turun ke bawah untuk makan malam” sapa Rio.
“nanti saja yo , aku lagi males  nih ” jawab papury akrab.
“kalo begitu, saya tunggu dibawah ya non .” ucap Rio.
“iya .. iya .., sudah sana!” tegas papury.
***
Pagi harinya, seperti biasa Papury,  Rio , dan Bi Sum sarapan bersama di ruang makan yang ada disebelah kiri dapur yang biasa digunakan  Bi Sum memasak. Itu selalu dilakukan oleh Papury, karena ia menganggap mereka semua adalah keluarga. Maklum, sepeninggal ayah dan ibunya karena meninggal dunia, Papury di titipkan kepada Bi Sum dan Rio yang merupakan anak Bi Sum.
“waktunya berangkat kuliah nona ..” teriak Rio dari lantai bawah sembari mengeluarkan mobil Inova berwarna biru.
“iya , tunggu sebentar” jawab Papury dengan tergesa-gesa pergi keluar rumah.
 “buk” suara pintu mobil ditutup oleh papury, yang menandakan dia berangkat kuliah dengan Rio. Dan diperjalanan ..
“Nona, kalau boleh saya tau, bagaimana hubungan nona dengan Khrisna sekarang ?” tanya Rio.
“nona, nona, nona.., sudah berapa kali aku bilang, kamu ga usah manggil aku nona. Papury saja sudah cukup!” Papury menasehati.
“mma..maaf nona. eh, maksud saya Papury”
“soal hubunganku dengan Khrisna , ya.. begitulah, emang ngapain nanya-nanya? ngomong-ngomong kamu gimana, udah dapet cewe belum?” tanya papury mengalihkan pembicaraan.
“sebenarnya sih aku sekarang lagi jatuh cinta nih Pap, sama seorang wanita yang sangat lembut, cantik, dan anggun. Kalau kamu tahu, dia itu teman waktu aku kecil loh” curhat Rio.
“waduhh, temanku sekarang sedang kasmaran nih.. cie,cie.. sama siapa sih?” Sorak Papury gembira.
***
Tanpa terasa mereka sampai juga di kampus. Kamu tahu? Mereka sekampus. Karena kebaikan Papury, Rio dibiayai hingga sampai sekarang, bahkan mereka mengambil jurusan yang sama. Di tempat kuliah, Papury tidak mempunyai teman satupun kecuali Rio dan Khrisna.
“hai sayang..” sapa Khrisna yang duduk tepat dibelakang Papury.
“hai..” singkat papury seadanya. Karena memang beberapa waktu ini Papury sedang mempunyai masalah dengan Khrisna.
“kok jawabnya gitu sih, kamu gak kangen sama aku ya ?” seru Khrisna sambil mencolek dagu Papury.
Rio yang merasa risih terhadap kelakuan Khrisna, langsung memberikan sentakan dengan nada tinggi, Papurypun merasa heran karena tidak biasanya Rio bertindak seperti itu kepada Khrisna. Padahal sering sekali Khrisna melakukan itu, tapi baru sekarang Rio bertindak. Waktu kuliahpun telah usai, seperti hari-hari sebelumnya, Papury tidak pulang bersama Rio melainkan dengan pacarnya, Krisna. Papury selalu pergi  jalan dulu dengan  Khrisna. Tapi, berbeda dengan sekarang, wajah Papury terlihat tidak bergairah . “aku bingung” itulah yang terus ada dipikiran Rio.
***
“Malam .. ” sapa Papury yang baru datang setelah seharian pergi dengan Khrisna.
“Malam.. Pap, kok muka kamu pucat begitu sih Pap?” tanya Rio.
“udahlah yo, aku mau ke kamar dulu” Papury menjawab dengan nada memalas.
“Tunggu Pap, aku gak bisa ngeliat kamu seperti itu terus! untuk apa aku terus bertahan disini kalo kamu tetap seperti itu, seharian aku diam disini nunggu kamu. Aku khawatir Pap. Ayo ikut aku! ” ucap Rio dengan nada marah sambil menarik tangan Papury berjalan menuju taman didekat kolam renang.
“sekarang ceritakan semuanya, apa yang denganmu?” Tanya Rio sambil memegang tangan Papury yang terasa dingin.
“a.. aku, putus dengan Khrisna. Dia telah menduakanku Yo, semuanya itu menyakitkan. Padahal hubungan kita sudah dua tahun” jawab Papury dengan tiba-tiba memeluk Rio.
“apa? Kenapa dia sampai bisa menduakan kamu. Sudahlah, jangan kamu fikirkan. Kamu harus tegar, buat apa kamu menangis hanya untuk laki-laki seperti dia ” Rio menasehati.
“tapi Yo .. a..ku” sahut Papury ragu.
“kamu harus tegar seperti perempuan yang aku suka, yang aku ceritakan tadi. Dia begitu sabar dalam segala hal. Ketika dia tersenyum, wajahnya terlihat cantik sekali. Aku sangat sayang kepadanya”
“dia siapa Yo, aku ingin tahu. Beruntung  sekali ya dia, disukai laki-laki yang sangat perhatian. Andai aku bisa jadi seperti dia ya Yo”
“ssst.. sudah, lebih baik kamu sekarang tidur dan mimpi yang indah ok” ajak Rio dengan membawa Papury ke kamarnya.
aku bingung, kenapa Rio tiba-tiba perhatian kepadaku, apa ini.. dan aku sangat penasaran cewek yang disukai Rio itu, andai cewek itu aku.. ah, sudahlah itu tidak mungkin ” fikir Papury dalam hati.
***
Pagi hari, Rio dan Papury tidak pergi ke Kampus. Melainkan Rio mengajak Papury ke danau malaikat, yaitu danau ketika Papury kecil dan Rio kecil bermain sepanjang harinya. Di danau, Rio mengajak Papury bermain sampan. Dan itu merupakan permainan yang sering mereka lakukan ketika kecil.
“Pap .. memang kamu mau jadi  perempuan yang kemarin aku ceritakan?” ucap Rio tiba-tiba.
“gak mau ah, soalnya kamu itu terlalu baik sama cewek, takutnya aku bukan cewek yang tepat untuk kamu. Mungkin cewek yang kamu suka itu lebih tepat buat kamu” jawab Papury tidak begitu serius karena terfokus dengan dayung di sampannya.
“aku serius pap, kamu itu adalah dia. Aku suka kamu Pap” jujur Rio.
“apa , jangan bercanda deh. Gak lucu tau. Lagian kamu itu kan aku anggap kakaku sendiri tau, yaaa.. meskipun umur kamu lebih muda dari umurku” tutur Papury.
“tapi aku mau lebih dari sekedar kaka Pap..” sentak Rio.
Papury langsung terdiam dan menghentikan laju sampannya “ya tuhan, apa yang harus aku lakukan, sebenarnya aku cinta dia. Tapi aku takut suatu hari nanti hubungan kita berakhir dan kita tidak bisa seakrab seperti sekarang ini, bagaimana ini tuhan..” Papury bergumam di dalam hatinya.
“maaf Yo, aku gak bisa. Itu gak mungkin” jawab Papury.
“kenapa Pap? apa karena aku cuman pengawalmu dan bukan pangeranmu? memang sebenarnya aku udah nungguin kamu putus dengan Khrisna, karena sudah dari dulu aku suka kamu Pap”
“bukan itu yo, aku sebenarnya udah balikan lagi sama Khrisna, maafkan aku Yo..” jawab Papuri dengan membalikan sampannya ke daratan dan meninggalkan Rio.
“aku terpaksa berbohong Yo, karena itu mungkin yang terbaik. Maafkan aku yo.. sebenarnya aku juga suka dan sayang sama kamu. Tapi aku gak mau nanti sikap kamu itu berubah, aku ingin perhatianmu itu tetap seperti ini kepadaku. Bukan untuk orang lain..” , itulah yang selalu diinginkan Papury kepada Rio, karena tidak ada lagi orang lain yang dekat dengannya selain Rio.

Jumat, 11 Mei 2012

“ DI BALIK ANGKA 15 ”

Diposkan oleh: Dhamaranthy Herdiani Marethania


“Goalll...” itulah jeritanku ketika aku menonton bola. Itu sangat mengundang kontroversi antara aku dan mama. Aku sering sekali mendapatkan amukan dari mama. Tapi, karena aku termasuk anak yang bandel, tetap saja aku bersorak ria ketika si bola yang bulat itu masuk mendekati daerah lawan. Dulunya sih aku gak kepikiran sama yang namanya BOLA lovers , tapi.. tahun-tahun belakangan  ini aku seperti terhipnotis saja. Kamu tahu ? aku juga punya tim kebanggaanku lho. Namanya Persib, ya mungkin kamu juga tahu. Apalagi aku suka sekali yang namanya Suchao Nutnum , aku sangat terpikat, selain dia tampan dia juga  selalu punya atraksi yang  hebat-hebat banget.
“Sunuuum .. berisik ,” tegas mama sensi.
“Ahh.. mam, lagi asyik nih nonton bola. Sini deh mama liat, persib masukin dua gol ” ujarku.
“Persib , persib, persib.. dipikiranmu hanya persib terus! Lagian kamu kan anak perempuan, gak ada pekerjaan lain apa!” jawab mama dengan nada tinggi .
***
Keesokan harinya di sekolah, tepatnya di kelas X IPA-1 , guru yang biasa mengajar tepat jam ke dua dan ketiga saat itu tidak masuk. Murid-murid pun berkeliaran di mana-mana. Gak cewek  gak cowok semuanya bertebaran, termasuk aku juga sih .
“ hai Sunum , kemarin persib main ok gak ? ” Sapa Rira yang merupakan teman baikku.
“ya iya lah pastinya , kapan sih persib mengecewakan. Iya gak, iya gak ?” jawabku bangga.
“iya sih, eh Suchao apa kabar ? masih tetep ganteng gak? Jangan-jangan dia udah mulai beruban ditambah kumis tebel  lagi, hahaha” Rira mengajaku bercanda.
“ iiiihh , apaan sih? Gak lucu, dasar GJ ( alias Gak Jelas ) tau! gak usah ditanya lagi kali, sampai kapanpun Suchao masih tetap eksis” tangkasku dengan melakukan pembelaan.
Aku dan Rira sih memang punya kegemaran yang sama yaitu menonton sepak bola. Tapi dimana ada orang sedang senang, pasti ada pengganggu. Ya, benar. Siapa lagi kalau bukan Diza dan Osa. Mereka berdua itu emang bener-bener orang yang cerewet banget di kelas. Makanya, anak-anak di kelas IPA-1 udah gak asing lagi denger suara mereka yang begitu fals terdengar di telinga.
“Ngomong apaan sih kalian ? berisik tau” Ujar Diza dengan menyentakan suaranya yang melengking itu.
“ udahlah Dis, jangan nanya mereka lagi. Percuma  tau, palingan yang mereka omongin gak jauh dari sepak bola yang gak jelas itu” tambah Osa menjawab.

“  Bener juga Os, aku malah jadi pusing ngajak berantem mereka terus!  Yang ada di pikiran mereka pasti gak lepas dari bola,bola, dan bola. Aneh, cewek kok seneng bola. Heh.., daripada ngurusin bola melulu, lebih baik cewek tuh jalan-jalan ke mol kek. Cowok  juga suka kali sama bola, tapi aku liat mereka biasa-biasa aja tuh, gak lebay kaya kalian berdua ” sahut Diza.
“Apaan sih Dis ? ganggu kebebasan orang aja! Urusin tuh suara fals kamu itu, daripada dikeluarin melulu ntar abis loh , terus jadi a-i-u-a-i-u deh, hihihi..”  ujar Rira menghantu-hantui Diza.
“Heh kamu, bisa diem gak sih? Kerjaannya cuman nimbrung melulu! Ayo Os, cape ngomong sama mereka. ” cetus Diza dengan wajah malu dan langsung berlari mengajak pergi Osa ke kantin.
Aku dan Rirapun saling berhadapan dan tertawa sepuas mungkin seaakan tidak percaya apa yang terjadi.
***
Gimana Persib ?, gimana persib ?, persib gimana ? .. itulah yang terdengar di telinga Diza dan Oza di sepanjang kantin. Hingga televisi yang ada di kantinpun menayangkan pertandingan persib walaupun hanya tayangan ulang saja sih, tapi toh tidak membuat orang-orang yang ada di kantin bosan. Hingga tanpa di sadari, Diza terlihat sangat fokus ikut menonton bola di kantin, hingga matanya hampir tidak berkedip sekalipun. Sehingga ketika bola masuk ke gawang, “Goaalll ”Diza bersorak-sorak histeris disertai semua orang yang ada di kantin.
“Apaan sih Dis ? norak tau . Harga diri kita turun derajat kalo misalkan Sunum tau !” Osa menasihati Diza.
“Biarin aja, emang gue pikirin apa. Os, rasanya sekarang aku mulai suka bola deh, apalagi lihat tuh pemain yang nomor punggungnya 15 itu, Ganteng ya? Cakep ya ? keren ya ?” ucap Diza sambil menunjukan telunjuknya ke arah televisi dengan gaya lebaynya itu.
Dan ow, ow , oow.. ! Diza akhirnya memang suka Suchao, itu tuh , pemain yang amat digemari Sunum.  
***
“Kriiiing ...” bel tanda pulang sekolahpun berbunyi. Tidak ada angin dan tidak ada topan, tidak seperti biasanya Diza memberikan senyuman manisnya kepadaku. Aku heran , apa yang dia mau sekarang ? aku dan Rira bertatapan dengan wajah tidak percaya. Sampai Dizapun mengeluarkan kata “ aku pulang duluan yah?” kepadaku. Aku tambah heran, tapi sudahlah mungkin itu tanda-tanda baik bagiku. Ketika aku sedang berjalan, aku melihat Diza mengajak Osa pergi ke warnet depan sekolah, tapi itu bukan suatu hal yang penting bagiku dan akupun bergegas pulang saja.
***
Tiba di rumah, aku langsung ke kamar. Aku duduk di depan layar komputer untuk sekedar browsing-browsing di Mozzila, itu merupakan kegemaran sampinganku. Biasa, selain mencari-cari bahan materi buat persentasi,  juga tidak lupa cari-cari info terbaru tentang suchao plus foto-foto terbarunya, facebook juga tidak aku lewatkan. Ketika asyik-asyik browsing . “Deg,deg” ternyata ketika aku lihat profil facebook Diza, aku lihat foto profilnya baru saja di ganti5, foto dia yang seolah-olah ada di dekat suchao, membuatku sakit hati. Aku tidak rela sang superstar di idola-idolakan oleh orang lain. Hingga tanpa sengaja keesokan harinya aku melihat telepon genggam Diza yang terletak di bangkunya , “Duarrrr..” dia merubah foto penghias latarnya dengan foto idolaku.
“oo, jadi begini cara orang yang udah menginjak-injak orang lain dan akhirnya dia suka. Aku baru tau tuh..” ujarku memandang Diza dengan tatapan sinis.
“hehe, i i ni eh ini , engga kok Sun , ini bukan aku kok yang mau, ini kemarin bekas pacarku yang udah minjem hp aku” Ucap Diza gugup.
“Udahlah Dis, aku gak marah kok, cuman aku gak suka aja caramu itu. Kalau misalnya suka sih terus terang aja daripada bohong!” aku menasihatinya.
“ yehhh, dibilangin gak ngerti juga, percuma ngomong ma anak yang keras kepala” jawab Diza membangkang.
***
Akupun mulai mengalah kepada Diza, dan akupun mulai melupakan masalah di sekolah kemarin, hingga hari liburpun datang. Hari itu tepat jam enam sore Persib main, akupun merelakan acara liburanku demi Persib. Aku menyadari bahwa pertandingan itu merupakan pertandingan yang terakhir untuk suchao , mengingat masa kontraknya dengan persib habis pada hari itu. Sebelumnya, aku pernah membaca surat kabar bahwa Suchao mengatakan “Saya akan berusaha sungguh- sungguh hari ini, demi bobotoh” ucapnya, yang berarti bobotoh itu ialah nama dari para penggemar persib. Aku sedih dan sangat sedih ketika aku membaca kata-katanya itu.
***
Hingga pertandinganpun berlangsung. Memang benar, Suchao tepati janjinya. Persib meraih angka 6-0. Itu merupakan kenangan yang terindah, dan akhirnya idolaku dengan nomor belakang 15 itu pergi meninggalkan aku dan semua Bobotoh di sini. Yang aku lakukan sekarang hanyalah bisa melihat foto-fotonya yang sering aku unduh ketika aku sedang browsing . jika aku melihat ke belakang, aku selalu tidak percaya jika sang-idola telah pergi ke tempat dimana ia tinggal dahulu. Angka 15 pun selalu aku gunakan dalam berbagai hal, contohnya aku gunakan itu untuk mengoleksi poster-poster bergambar wajahnya hingga mencapai angka 15. Menurut aku sih itu gak lebay kok! Terserah deh kalau kalian nanggapinnya gimana! Dan .. satu, dua , tii ....
“ Sunuuuuumm .. Ayoo makan!” mama teriak .
“iiyyya mah ... “ sahutku.
Huh, aku sangat lega sekali. Aku kira aku akan mendapat amukan mama lagi. Dan untungnya mama tidak tahu kalau aku baru saja menulis  diariku tentang  “Dibalik angka 15”.