Hallo :)

welcome to my virtual world

Sabtu, 12 Mei 2012

You are my first and my last

 Diposkan oleh: Dhamaranthy Herdiani Marethania

Petang ini matahari perlahan terbenam menembus cakrawala  disebelah barat. Hembusan angin gersang berhembus, kicauan burung perlahan hilang tergantikan oleh suara jangkrik yang seakan berada disebuah pentas pertunjukan. Lamunan, itulah yang kerap kali aku lakukan. Berdiam di kamar berhadapan dengan laptop mungilku, memasuki situs jejaring sosial yang aku anggap itulah duniaku, facebook. Aku melakukan banyak hal, mengupdate status, mengunggah foto, dan yang menjadi favoritku adalah chatting.
“kaka..”
Pesan itu tiba-tiba muncul. Entah siapa, mengingatkanku pada seseorang yang sebenarnya telah aku lihat sejak lama. Akrab, kesan pertama yang aku dapatkan. Percakapan antara aku dengannya semakin menarik, hingga berlanjut kedalam dunia ponsel. Semakin hari aku berfikir bahwa aku merasa nyaman dekat dengan dia, sampai suatu waktu aku memberanikan diri untuk mengutarakan apa yang sebenarnya aku rasakan, dan sepertinya dia memaklumi itu.
***
Suatu saat dia mengajak aku pergi berjalan-jalan sore untuk menikmati keramaian kota Garut. Tapi selain itu aku tau, dia ingin bertemu denganku untuk pertama kalinya, hahaha. “ka , jangan salting” kata pertama yang dia ucapkan untuk pertama kalinya. Ketika aku bertemu dengan dia, perasaanku campur aduk, dari ujung kaki sampai ujung helai rambutku menjadi beku. Dia tersenyum, dan akupun membalasnya dengan senyuman yang kaku. Aku merasa bodohnya diri ini saat itu. Dari saat itu juga aku tau bagaimana perasaan dia kepadaku, yaaah sama seperti apa yang aku rasakan, jatuh cinta. Aku dan dia dekat, tapi tidak ada ikatan. Menjalin hubungan layaknya seperti orang yang sedang pacaran, hehe.
“kalo memang dia benar-benar cinta, pasti dia akan menunggu dan cintanya akan bertahan lama, bahkan sampai kehidupan selanjutnya. Karena aku percaya, jodoh itu gak akan kemana” jawaban Rendra (nama dia yang aku suka) tiap kali aku menanyakan status hubungan kita.
Di sekolah, ketika bertemu Rendra aku selalu kikuk membeku. Entahlah, aku merasa heran, apakah ini yang disebut  jatuh cinta. Aku belum berpengalaman betul dalam hal ini, aku belum pernah berpacaran. Yang jelas setiap bertemu Rendra  tingkahku semakin tidak karuan, aku tidak berani menatap matanya dan selalu berusaha memalingkan wajah.
Sore hari, aku merenung di kamar dengan tatapan kosong. Tiba-tiba ponselku bergetar memperlihatkan gambar amplop dengan bertuliskan nama “koko rendra”, panggilan sayang aku saat itu. Akupun tersenyum sendiri membaca pesan singkat itu...
In the moonlight your face it glows like a thousand diamonds,
i suppose and your hair flows like the ocean breeze,
not a million fights could make me hate you, you’re invincible.
Yeah it’s true,  your eyes, where i find peace.
So sweet.. senyumanku semakin merekah, meskipun adakalanya aku berusaha menghentikan senyuman itu saat orang rumah hilir mudik di depan kamar. Seminggu lebih aku tidak bertemu dengan Rendra, aku merasakan apa yang biasanya remaja lain rasakan, rindu. Sulit untuk aku berusaha menolak rasa rindu itu, semakin aku berusaha melawannya semakin sakit yang aku rasakan.
***
Tak terasa sudah tiga bulan menjalin hubungan tanpa ikatan dengan Rendra. Susah, senang, sedih, gembira, dan semua hal aku jalani bersamanya. Kadang kali didalam hati kecilku timbul pertanyaan, sampai hari ini status hubungan kita apa? Hubungan tanpa status? Tanpa ikatan? Tapi aku selalu berusaha menerima karena aku tau jawabannya hanya satu, kami belum siap untuk menjalin hubungan dengan ikatan. Dengan status tanpa ikatan, cobaan silih berganti menguji seberapa kokohnya hubungan yang aku dan Rendra jalani. Salah satunya yang masih aku ingat ialah ketika banyak orang yang menentang hubungan kami.
Ketika di sekolah bel berbunyi, menandakan waktu istirahat.
“Nia, kamu sedang dekat dengan Rendra yah?” tanya seorang perempuan dengan tatapan sinis.
“hmmm.. iya” jawabku ragu dengan berusaha untuk tersenyum kepadanya.
Namun dia hanya tersenyum dengan tatapan sinis seolah merendahkanku. Aku mencoba meredam kekesalanku, dan beranjak pergi. Aku tau betul, dia sebenarnya tidak menerima jika aku mempunyai hubungan dengan Rendra. Di sekolah, aku kerap kali merasa tidak bebas dan tidak merasa nyaman. Itu karena banyak sekali siswi perempuan di sekolahku yang sepertinya menyukai Rendra, ibaratkan fans.
Tiba saatnya suatu hari dibulan April akhirnya kami memutuskan untuk memiliki  ikatan, berpacaran. Hari itu terasa tidak begitu istimewa karena memang aku dan Rendra sudah lama dekat layaknya orang yang sedang berpacaran. Tetapi ada sedikit perbedaan didalam hubungan kami kali ini, aku merasakan bahwa dia memberikan perhatian yang lebih. Setiap pagi saat aku terbangun dari tidurku, selalu ada pesan Rendra mengucapkan selamat pagi atau mengingatkanku untuk sarapan.  Aku senang, aku merasa beruntung memiliki Rendra. Dia selalu ada kapanpun ketika aku membutuhkan bantuan, memarahiku ketika aku berbuat kesalahan, dan menyayangiku ketika aku merasa kesepian.
Tidak teras hari kelulusanpun tiba, aku mendapatkan amplop besar yang didalamnya terdapat kertas kelulusan. Tenyata aku lulus, aku sangat bahagia ketika itu. Ponselku berbunyi, ternyata Rendra mengucapkan selamat atas kelulusanku.
Sebulan kemudian aku mulai belajar di Universitas Brawijaya, Malang. Cukup jauh, tapi ini semua demi menggapai cita-citaku. Hubungan aku dengan Rendra masih tetap berjalan meskipun long distance relationship.Rendra sering menjengukku di Malang untuk melepas rasa rindu yang berkepanjangan. Begitupula sebaliknya ketika aku pulang ke Garut, aku selalu meluangkan waktu untuk bertemu dan berjalan-jalan bersama Rendra.
***
Lima tahun berlalu, aku lulus dengan mendapatkan gelar sarjana, begitupun dengan Rendra. Hubungan kami sudah berjalan lama, sejak duduk di bangku SMA. Terdengar kabar bahwa Rendra mendapatkan tawaran pekerjaan di Jepang, dan sepertinya dia antusias untuk menerima pekerjaan itu. Dia menceritakan semuanya kepadaku, dia terlihat senang dan akupun mendukung keputusannya. Dia berpesan kepadaku untuk tidak mengkhawatirkannya, disana dia akan selalu berusaha menjaga komunikasi denganku.
Hingga sudah saatnya Rendra pergi, akupun mengantarkannya sampai ke bandara. Ketika akan berpisah aku tidak bisa untuk tidak menangis, air mataku jatuh dengan sendirinya. Rendra berusaha untuk menenangkanku dan akhirnya dia mencium keningku, ciuman perpisahan.
Selepas kepergian Rendra ke Jepang aku menjalankan aktivitasku seperti biasanya, bekerja di sebuah rumah sakit di Bandung. Aku sangat senang dengan pekerjaanku ini, menjadi seorang dokter gigi. Setiap hari aku melayani pasien-pasienku,  dari mulai anak kecil hingga orang tua. Mengenal orang-orang baru setiap hari, itu sangat menyenangkan.
Ponselku berdering bertanda telepon masuk, Rendra.
“Nia, lagi apa? Gimana keadaannya baik kan? Aku kangen. Disini aku benar-benar bekerja keras, aku ingin cepat pulang ke Indonesia. Berjalan-jalan sore bersama Nia lagi, waaaah.. pasti senang” ucap Rendra.
“haha kamu ini, aku sampai tidak diberi kesempatan untuk berbicara. Aku disini baik, senang bertemu orang-orang baru. Aku juga kangen, lebih kangen mungkin” jawabku tersenyum bahagia.
“iya maaf, hehe.. kangen ini membuat aku sakit, ingin terus bertemu dengan Nia. Oh iya ada kabar gembira, seminggu ini perusahaan memberi waktu liburan. Tapi aku tidak bisa pulang, kamu mau kesini Nia? Menghabiskan waktu liburan bersama Nia. Disini sedang musim semi, kita bisa jalan-jalan melihat sakura yang berguguran.” ajak rendra bersemangat.
“aku mau” jawabku spontan.
Dengan begitu aku bisa bertemu dengan Rendra, dan melihat bunga sakura berguguran. Itu adalah keinginanku sejak SMA “pergi bersama seseorang yang aku sayangi ke Jepang, melihat indahnya sakura di musim semi” cita-cita masa kecilku.
***
Akupun tiba di Jepang, Rendra menjemputku di bandara. Kami bergegas mencari hotel untuk aku melepas lelah.
Keesokan harinya, Rendra membangunkanku dan kami pergi untuk berjalan-jalan. Rendra mengajak aku pergi ke Kema Sakuranomiya Koen, di Osaka. Disana sangat banyak sekali bunga sakura bermekaran, dan ketika itu tepat dalam perayaan pesta Hanami. Banyak sekali penduduk jepang yang berpesta disana, kata Rendra disana adalah tempat terfavorit untuk bisa melihat bunga sakura yang akan berguguran. Aku benar-benar senang, disana aku melihat bunga sakura yang indah dan sesekali aku menatap Rendra, dia membuat aku merasa nyaman berada didekatnya. Dia menyadari hal itu, dan dia hanya tersenyum kecil. Rendra mengajakku duduk dibawah pohon sakura yang sangat besar, bunga sakura jatuh berguguran dari pohon besar itu.
“Nia senang?” tanya Rendra sembari menatap mataku.
Entah apa ini, tiba-tiba aku merasakan jantung berdetak lebih cepat. Padahal ini bukanlah pertama kalinya dia menatap mataku. Udara terasa sulit untuk aku hirup, dada ini sesak. Mungkin ini karena sudah dua tahun kami tidak bertemu.
“iya aku senang Ren, sangat senang” jawabku gugup dengan berusaha tidak menatapnya.
“Nia...” ucap Rendra lembut, mengalihkan wajahku untuk melihatnya.
Aku hanya diam, dan tersenyum kecil.
“syukurlah kalo Nia senang. Aku juga senang karena Nia mau menemani di waktu liburanku” Rendra tersenyum lebar sambil memainkan bunga sakura ditangannya.
“iya terima kasih juga ya Ren,  aku merasa telah menjadi wanita yang paling beruntung setelah mengenal kamu” jawabku pelan.
“Nia, aku sayang kamu. Kamu membuatku lebih mengerti apa itu kasih sayang, dan apa itu cinta. Apakah kamu mau menjadi ibu untuk anak-anakku kelak? Apakah kamu mau menikah denganku?”
Mendengar kata-kata itu, perasaanku tak tentu arah. Kaki ini lemas, air mataku sepertinya ingin menetes. Entah air mata bahagia atau air mata kesedihan, aku hanya diam terpaku. Dia yang selama ini menjadi orang yang aku sayangi menginginkan aku untuk menjadi pendamping hidupnya. Dia yang pertama mengenalkanku tentang cinta, ingin menjadi yang terakhir untukku. Aku hanya bisa berkata “iya, aku mau”,  you are my first and my last.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar